Implementasi Pendidikan Karakter Inklusi pada Anak Berkebutuhan Khusus

  • Post author:
  • Post category:MPAkademik
  • Post last modified:November 27, 2022
  • Reading time:18 mins read
Layla Afaaf, Universitas Djuanda
0
(0)

Hakikat Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter adalah pendidikan untuk membentuk pola sifat atau karakter mulai dari usia dini, agar karakter baik tersebut tertanam dan mengakar pada jiwa anak. Pendidikan karakter adalah pendidikan yang tidak hanya berorientasi pada aspek kognitif saja, akan tetapi lebih berorientasi pada proses pembinaan potensi yang ada dalam diri anak, dikembangkan melalui pembiasaan sifat-sifat baik yaitu berupa pengajaran nilai-nilai karakter yang baik.

Dalam pendidikan karakter, setiap individu dilatih agar tetap dapat memelihara sifat baik dalam diri (fitrah) sehingga karakter tersebut akan melekat kuat dengan latihan melalui pendidikan sehingga akan terbentuk akhlakul karimah.

Pembangunan karakter anak bangsa merupakan upaya perwujudan amanat Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 dilatarbelakangi oleh realita permasalahan kebangsaan yang berkembang saat ini, seperti:

  1. disorientasi dan belum dihayatinya nilai-nilai Pancasila;
  2. keterbatasan perangkat kebijakan terpadu dalam mewujudkan nilai-nilai Pancasila;
  3. bergesernya nilai etika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara;
  4. memudarnya kesadaran terhadap nilai-nilai budaya bangsa;
  5. ancaman disintegrasi bangsa; dan melemahnya kemandirian bangsa

Pendidikan karakter di sekolah juga sangat terkait dengan manajemen sekolah. Manajemen yang dimaksud di sini adalah bagaimana pendidikan karakter direncanakan, di laksanakan, dan di kendalikan dalam kegiatankegiatan pendidikan di sekolah secara memadai. Pengelolaan tersebut antara lain meliputi nialai- nilai yang perlu ditanamkan, muatan kurikulum, pembelajaran, penilaian pendidik dan tenaga pendidikan serta komponen terkait lainnya.Dengan demikian, manajemen sekolah merupakan salah satu media yang efektif dalam pendidikan karakter di sekolah. 

Materi pembelajaran yang berkaitan dengan norma atau nilai-nilai dalam mata pelajaran pada anak berkebutuhan khusus perlu dikembangkan, diskplisitkan, dikaitkan dengan konteks kehidupan sehari-hari.pembelajaran nilai-niali karakter tidak hanya pada tataran kognitif, tetapi menyeluruh pada internalisasi, dan pengalaman nyata dalam kehidupan peserta didik sehari-hari di masyarakat. 

Dengan demikian, tidak ada diskriminasi terhadap peserta didik yang tergolong kedalam anak berkubutuhan khusus. Anak yang autis, hiperaktif, down syndrome, atau yang berkebutuhan lain, semua dapat terintegrasi ke dalam kelas reguler pada setiap jenjang pendidikan. Dalam memberi layanan pendidikan, lembaga pendidikan tidak boleh lagi melihat latar belakang peserta didiknya; baik berkenaan dengan kemampuan intelektualitas akademiknya, kelemahan fisiknya, maupun mentalitas dan emosi. Dengan menyatukan ke dalam ruang kelas yang sama, akan memberikan pengertian kepada peserta didik bahwa dalam kehidupan akan ditemuai banyak sekali perbedaan. Perbedaan-perbedaan itu hendaknya tidak dijadikan sebagai hambatan, melainkan sebuah kenyataan yang harus dihadapi dan dihormati. 

Itulah realitas kehidupan yang harus dialami bersama. Kondisi dan situasi pembelajaran yang majemuk ini dapat menjadi media pendidikan karakter yang sangat efektif bagi semua peserta didik. Rasa empati, simpati, peduli terhadap sesama serta kesadaran diri akan muncul dalam setting pembelajaran model ini. Dalam implementasinya pendidikan karakter inklusi di sekolah regular masih menghadapi berbagai masalah yang perlu didiskusikan dan dicari solusi penyelesaiannya.

Tinjauan Tentang Implementasi Pendidikan Karakter Inklusi

Winton (2010) Pendidikan karakter adalah upaya sadar dan sungguhsunguh dari seorang guru untuk mengajarkan nilai-nilai kepada para siswanya.. Pendidikan merupakan upaya proaktif yang dilakukan baik oleh sekolah maupun untuk membantu siswa mengembangkan inti pokok dari nilai-nilai etik dan nilai-nilai kinerja, seperti kepedulian, kejujuran, kerajinan, fairness, keuletan dan ketabahan (fortitude), tanggung jawab, menghargai diri sendiri dan orang lain. Seperti halnya pendidikan karakter inklusi yang diterapkan di sekolah penyelenggara pendidikan inklusi. Keberadaan peserta didik di kelas inklusi menambah keragaman perbedaan individual. Melalui keragaman yang ada, dapat ditanamkan nilai -nilai karakter seperti kasih sayang, kerjasama,saling menghargai, dan rasa percaya diri kepada peserta didik. 

Doni Koesoema (2010) menyatakan bahwa pendidikan karakter yang diterapkan dalam lembaga pedidikan bisa menjadi salah satu sarana pemanusiaan dan pembudayaan. Kita ingin menciptakan sebuah lingkungan hidup yang menghargai hidup manusia, menghargai keutuhan dan keunikan ciptaan, serta menghasilkan sosok pribadi yang memiliki kemampuaan intelektual dan moral yang seimbang sehingga masyarakat akan menjadi semakin manusiawi. Seperti halnya pendidikan karakter yang diterapkan di sekolah penyelenggara pendidikan inklusi.

Keberadaan peserta didik di kelas inklusi menambah keragaman perbedaan individual. Melalui keragaman yang ada, dapat ditanamkan nilai-nilai karakter seperti kasih sayang, kerjasama, saling menghargai, dan rasa percaya diri kepada peserta didik. Hal senada juga diungkapkan oleh Norman Kunc (David Smith, 2006) bahwa inklusi sebagai suatu persoalan tentang nilai-nilai.

Melalui pendidikan inklusi dapat ditanamkan nilai-nilai kebaikan kepada siswa, salah satu nilai yang ditanamkan adalah menghargai perbedaan dalam masyarakat manusia. Hal ini sejalan dengan Hargio Santoso (2012) menyatakan bahwa pendidikan inklusi adalah hak asasi dan ini merupakan pendidikan yang baik untuk meningkatkan toleransi sosial. Implementasi pendidikan karakter di sekolah inklusi tidak jauh berbeda dengan pelaksanaan di sekolah reguler. Perbedaannya terletak pada keberadaan siswa berkebutuhan khusus di kelas tersebut dan cara guru dalam menanamkan nilainilai karakter kepada semua siswa. 

Doni Koesoema (2011) menyatakan bahwa kelas merupakan locus educations utama bagi praktik pendidikan karakter di sekolah. Kelas yang dimaksud di sini bukan terutama bangunan fisik (ruangan atau gedung), melainkan lebih pada corak relasi yang terjadi antara guru dengan siswa dalam proses pendidikan. Hubungan guru dan siswa lebih menentukan makna keberadaan sebuah kelas dan bukan terutama kondisi fisiknya. Relasi yang terjadi di dalam kelas adalah relasi antara guru dengan siswa, dan relasi antarsiswa. Pendidikan karakter di kelas inklusi dalam penelitian ini menekankan pada hubungan antara guru dengan siswa dalam implementasi pendidikan karakter di kelas inklusi.

Implementasi Pendidikan Karakter Melalui Pembelajaran

Dalam implementasinya pendidikan karakter tidak dapat dilakukan secara instan, tetapi harus dilakukan secara bertahap dan menggunakan strategi yang sesuai dengan kondisi. Strategi implementasi pendidikan karakter di satuan pendidikan merupakan suatu kesatuan dari program manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah yang terimplementasi dalam pengembangan, pelaksanaan dan evaluasi kurikulum oleh satuan pendidikan. Penerapan pendidikan karakter di SD dapat dilakukan melalui pembelajaran. Guru perlu menyampaikan setiap nilai karakter yang akan diajarkan kepada siswa pada setiap pembelajaran. Implementasi pedidikan karakter melalui pembelajaran. 

Menanamkan nilai karakter kepada anak 

Menanamkan nilai kebaikan dimulai dengan pengenalan nilai-nilai karakter kepada siswa selama kegiatan pembelajaran. Hal tersebut dapat teramati dari adanya prioritas nilai karakter yang ditanamkan, penjelasan nilai-nilai karakter, dan penggalian isi materi pembelajaran dalam penanaman nilai-nilai karakter. Berdasarkan hasil wawancara dapat disimpulkan bahwa guru sudah menentukan beberapa nilai karakter yang akan ditanamkan pada siswa di kelas inklusi. Secara umum nilai yang menjadi prioritas adalah jujur, tanggung jawab, kebersamaan, toleransi, disipin, dan peduli lingkungan. Sementara itu, mengenai keberadaan siswa berkebutuhan khusus, guru lebih menekankan pada saling menghargai, saling menolong, dan tidak membeda-bedakan. Guru menyesuaikan nilai karakter dengan mata pelajaran dan materi pelajaran dalam penanamannya. 

Memberikan contoh 

Siswa sekolah dasar membutuhkan contoh nyata penerapan nila-nilai karakter dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan hasil observasi selama delapan kali pembelajaran dapat disimpulkan bahwa guru memberikan contoh perbuatan baik dan tidak baik kepada siswa saat pembelajaran. Contoh yang diberikan guru merupakan contoh kontekstual yang dekat dengan kehidupan siswa dan terjadi di lingkungan rumah atau sekolah. 

Menggunakan cara agar anak menampilkan nilai karakter 

Selama kegiatan pembelajaran, guru merancang pembelajaran yang dapat membangkitkan siswa untuk menampilkan nilai-nilai karakter. Kegiatan tersebut berupa pembelajaran aktif dan pembelajarankooperatif. Berdasarkan hasil observasi peneliti, guru menciptakan pembelajaran aktif melalui percobaan, diskusi kelompok, presentasi individu, dan membuat produk. Guru sering menggunakan metode kerja sama yang dapat membangkitkan sikap, kemauan, dan kebiasaan siswa untuk menampilkan karakter.

Mengembangkan sikap mencintai perbuatan baik 

Pada indikator ini, peneliti menekankan pengamatan pada tiga sub indikator, yaitu membahas permasalahan siswa yang berkaitan dengan karakter, membahas isu moral, dan menggunakan cerita yang membangkitkan kemauan siswa untuk berbuat sesuai nilai karakter. Berdasarkan hasil observasi selama delapan kali pembelajaran dapat disimpulkan bahwa guru membahas permasalahan moral siswa yang berkaitan dengan sikap dan kebiasaan yang tidak mencerminkan karakter di kelasnya. Hal tersebut dijadikan pelajaran untuk semua siswa di kelas agar tidak melakukan hal yang sama. 

Dalam konteks pendidikan di Indonesia, substansi pendidikan karakter telah diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Dalam pasal 1 UU tersebut dinyatakan bahwa pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. 

Terbitnya Permendikbud Nomor 23 Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti juga menjadi penguat secara yuridis tentang pendidikan karakter di sekolah. Dalam permendikbud ini dinyatakan bahwa pendidikan karakter seharusnya menjadi gerakan bersama yang melibatkan pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, dan/atau orang tua. Penguatan pendidikan karakter dilakukan dengan penumbuhan budi pekerti melalui kegiatan pembiasaan sikap dan perilaku positif di sekolah yang dimulai sejak dari hari pertama sekolah, masa orientasi peserta didik baru untuk jenjang sekolah menengah pertama, sekolah menengah atas dan sekolah menengah kejuruan, sampai dengan kelulusan sekolah.

Melalui pandidikan inklusi, anak berkelainan di didik bersama-sama anak lainnya (normal), untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya. Yang mana pendidikan inklusi ini merupakan sekolah yang diperuntukkan bagi semua siswa, tanpa melihat kondisi fisiknya. Hal ini dilandasi oleh kenyataan bahwa dalam masyarakat terdapat keberagaman yang tidak dapat dipisahkan sebagai satu komunitas. Dan keberagaman itu justru akan menjadi kekuatan bagi kita untuk menciptakan suatu dorongan untuk saling menghargai, saling menghormati dan toleransi.Menurut Kemendiknas, strategi implementasi pendidikan karakter di satuan pendidikan meliputi langkah-langkah sebagai berikut; 

Pertama, integrasi dalam mata pelajaran. Setiap mata pelajaran terdapat muatan nilai-nilai karakter yang perlu dikembangkan, dieksplisitkan, dikaitkan dengan konteks kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, pembelajaran nilainilai karakter tidak hanya pada tataran kognitif, tetapi menyentuh pada internalisasi, dan pengamalan nyata dalam kehidupan peserta didik sehari-hari di masyarakat. Misalnya pembelajaran tentang Penulisan Karya Tulis Ilmiah (KTI) dalam bahasa Indonesia terdapat muatan nilai-nilai rasa ingin tahu, kritis, tanggung jawab, kejujuran yang perlu dikembangkan. Oleh karena itu dalam penulisan karya tulis ilmiah pendidik perlu mengingatkan kepada peserta didiknya bahwa dalam menulis itu kita tidak boleh meniru karya atau tulisan orang lain. Kalau harus meniru tulisan orang lain maka harus dituliskan sumbernya. Dengan demikian peserta didik akan terbiasa untuk berperilaku jujur dan bertanggung jawab. 

Melalui mata pelajaran IPS peserta didik dapat diarahkan untuk menjadi warga negara Indonesia yang yang cinta tanah air, demokratis dan bertanggung jawab serta warga dunia yang cinta damai. Misalnya pada Kompetensi Dasar “Mendeskripsikan peristiwa-peristiwa sekitar Proklamasi dan proses terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia” mengandung nilaikarakter peduli lingkungan, peduli sosial dan cinta tanah air. Demikian pula Kompetensi Dasar “Mengidentifikasi kegunaan energi listrik, konversi energy listrik, transmisi energy listrik, dan berpartisipasi dalam penghematannya dalam kehidupan sehari-hari” pada mata pelajaran IPA mengandung nilai karakter rasa ingin tahu, kerja keras, kreatif dan hemat. Sedangkan Kompetensi Dasar “Menggambar grafik fungsi aljabar sederhana dan fungsi kuadrat” pada mata pelajaran Matematika mengandung nilai karakter rasa ingin tahu, teliti, mandiri dan kreatif. Oleh karena itu segenap kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh pendidik seharusnya tidak hanya untuk mengembangkan pengetahuan dan keterampilan peserta didik tetapi juga dapat membentuk sikap atau karakternya sebagaimana nilai-nilai karakter yang melekat pada mata pelajaran tersebut. 

Kedua, integrasi dalam muatan lokal. Menurut Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 79 Tahun 2014, muatan lokal adalah bahan kajian atau mata pelajaran pada satuan pendidikan yang berisi muatan dan proses pembelajaran tentang potensi dan keunikan lokal yang dimaksudkan untuk membentuk pemahaman peserta didik terhadap keunggulan dan kearifan di daerah tempat tinggalnya. Muatan local diajarkan dengan tujuan membekali peserta didik dengan sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang diperlukan untuk (a) mengenal dan mencintai lingkungan alam, sosial, budaya, dan spiritual di daerahnya, dan (b) melestarikan dan mengembangkan keunggulan dan kearifan daerah yang berguna bagi diri danlingkungannya dalam rangka menunjang pembangunan nasional. Nilai-nilai karakter yang dapat dikembangkan melalui pembelajaran muatan lokal antara lain; peduli lingkungan, peduli sosial, cinta tanah air, rasa ingin tahu, kerja keras, kreatif, serta mandiri. 

Ketiga, pengembangan budaya sekolah dan pusat kegiatan belajar. Pengembangan budaya sekolah dan pusat kegiatan belajar dilakukan melaui kegiatan pengembangan diri, yang meliputi:

  1. Pengkondisian, yaitu penciptaan kondisi yang mendukung keterlaksanaan pendidikan karakter, misalnya kebersihan badan dan pakaian, toilet yang bersih, tersedianya tempat sampah, halaman yang hijau dengan pepohonan, poster kata-kata bijak di sekolah dan di dalam kelas;
  2. Kegiatan rutin, adalah kegiatan yang dilakukan peserta didik secara terus menerus dan konsisten setiap saat, misalnya kegiatan upacara hari Senin, upacara besar kenegaraan, pemeriksaan kebersihan badan, piket kelas, shalat berjamaah, berbaris ketika masuk kelas, berdoa sebelum pelajaran dimulai dan diakhiri, dan mengucapkan salam apabila bertemu guru, tenaga pendidik dan teman;
  3. Kegiatan Spontanitas, merupakan kegiatan yang dilakukan peserta didik secara spontan pada saat itu juga, misalnya, mengumpulkan sumbangan ketika ada teman yang terkena musibah atau sumbangan untuk masyarakat ketika terjadi bencana;
  4. Keteladanan, merupakan perilaku, sikap guru, tenaga kependidikan dan peserta didik dalam memberikan contoh melalui tindakantindakan yang baik sehingga diharapkan menjadi panutan bagi peserta didik lain, misalnya nilai disiplin (kehadiran guru yang lebih awal dibanding peserta didik), kebersihan, kerapihan, kasih sayang, kesopanan, perhatian, jujur, kerja keras dan percaya diri. 

Keempat, kegiatan pembelajaran. Salah satu upaya untuk mengintegrasikan nilai-nilai karakter dalam kegiatan pembelajaran adalah dengan merancang dan menerapkan pendekatan atau strategi pembelajaran aktif atau pembelajaran yang berpusat pada peserta didik. Beberapa pendekatan dan strategi pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengintegrasikan nilai-nilai karakter dalam kegiatan pembelajaran antara lain; pendekatan kontekstual, pendekatan saintifik, pembelajaran discovery, pembelajaran berbasis masalah, pembelajaran berbasis proyek dan strategi pembelajaran lainnya yang berbasis aktivitas. 

Dalam kurikulum 2013 yang sarat dengan muatan karakter, kegiatan pembelajaran dirancang dan diterapkan dengan menggunakan pendekatan saintifik (pendekatan keilmuan). Penerapan pendekatan saintifik meliputi lima pengalaman belajar yakni; mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasi atau menalar dan mengkomunikasikan, disingkat 5M (permendikbud nomor 103 tahun 2014). Pendekatan tersebut digunakan untuk menciptakan pembelajaran berbasis aktivitas, dalam hal ini peserta didik yang aktif melakukan pengamatan fakta, mengajukan pertanyaan dari apa yang diamati, mengumpulkan informasi, menalar berdasarkan informasi yang dikumpulkan, kemudian mengkomunikasikan temuan/hasil pembelajarannya. Dengan demikian penerapan pendekatan saintifik dalam kegiatanpembelajaran selain mengembangkan pengetahuan dan mengasah keterampilan juga dapat membentuk karakter peserta didik. 

Kelima, kegiatan ekstrakurikuler. Kegiatan ekstra kurikuler yang selama ini diselenggarakan sekolah merupakan salah satu media yang potensial untuk pembinaan karakter dan peningkatan mutu akademik peserta didik. Menurut Permendikbud Nomor 62 Tahun 2014, kegiatan ekstrakurikuler adalah kegiatan kurikuler yang dilakukan oleh peserta didik di luar jam belajar kegiatan intrakurikuler dan kegiatan kokurikuler, di bawah bimbingan dan pengawasan satuan pendidikan. Kegiatan ekstrakurikuler diselenggarakan dengan tujuan untuk mengembangkan potensi, bakat, minat, kemampuan, kepribadian, kerjasama, kemandirian serta nilai-nilai karakter peserta didik secara optimal dalam rangka mendukung pencapaian tujuan pendidikan nasional. 

Kegiatan ekstrakurikuler sebagaimana diuraikan dalam Permendikbud Nomor 62 Tahun 2014 terdiri atas kegiatan ekstrakurikuler wajib dan kegiatan ekstrakurikuler pilihan. Kegiatan ekstrakurikuler wajib adalah kegiatan ekstrakurikuler yang wajib dilaksanakan oleh satuan pendidikan dan wajib diikuti oleh seluruh peserta didik yaitu pendidikan kepramukaan. Sedangkan kegiatan ekstrakurikuler pilihan merupakan kegiatan ekstrakurikuler yang dikembangkan dan diselenggarakan oleh satuan pendidikan sesuai bakat dan minat peserta didik. 

Bentuk kegiatan ekstrakurikuler dapat berupa: (a) Krida, misalnya kepramukaan, Latihan Kepemimpinan Siswa (LKS), Palang Merah Remaja (PMR), Usaha Kesehatan Sekolah (UKS), Pasukan Pengibar Bendera (Paskibra), dan lainnya; (b) Karya ilmiah, misalnya KegiatanIlmiah Remaja (KIR), kegiatan penguasaan keilmuan dan kemampuan akademik, penelitian, dan lainnya; (c) Latihan olah-bakat latihan olahminat, misalnya pengembangan bakat olahraga, seni dan budaya, pecinta alam, jurnalistik, teater, teknologi informasi dan komunikasi, rekayasa, dan lainnya; (d) Keagamaan, misalnya pesantren kilat, ceramah keagamaan, baca tulis alquran, retreat; (e) Bentuk kegiatan lainnya. Satuan pendidikan wajib menyusun program kegiatan ekstrakurikuler yang merupakan bagian dari Rencana Kerja Sekolah (RKS). 

Program kegiatan ekstrakurikuler pada satuan pendidikan dikembangkan dengan mempertimbangkan penggunaan sumber daya bersama yang tersedia pada gugus/klaster sekolah. Penggunaannya difasilitasi oleh pemerintah provinsi atau pemerintah kabupaten/kota sesuai dengan kewenangan masingmasing. Program kegiatan ekstrakurikuler disosialisasikan kepada peserta didik dan orangtua/wali pada setiap awal tahun pelajaran.

Kesimpulan

Berdasarkan kajian teori diatas dapat disimpulkan bahwa guru sudah menanamkan nilai-nilai karakter pada siswa di kelasnya melalui pembelajaran, keteladanan, penguatan, dan pembiasaan. Guru menekankan pada penanaman nilai karakter toleransi dan peduli. Pada pelaksanaan pembelajaran, guru menanamkan konsep toleransi dan peduli melalui penjelasan, membahas isu moral, cerita, pembelajaran aktif, serta metode kerja sama. Guru juga memberi keteladanan bentuk toleransi dan peduli melalui sikap dan tindakan, baik dalam pembelajaran atau di luar pembelajaran. Sementara itu, penguatan dilakukan guru dengan cara penataan tempat duduk siswa, memberi pujian kepada siswa yang menunjukkan sikap toleransi/peduli, dan memberi pendampingan individual kepada siswa yang bertindak diskriminasi. Pembiasaan dilakukan dengan membiasakan siswa berbaur dengan temannya yang berkebutuhan khusus di dalam kelas maupun di luar kelas.

Saran

Pada pelaksanaan pembelajaran, guru menanamkan konsep toleransi dan peduli melalui penjelasan, membahas isu moral, cerita, pembelajaran aktif, serta metode kerja sama. Guru juga memberi keteladanan bentuk toleransi dan peduli melalui sikap dan tindakan, baik dalam pembelajaran atau di luar pembelajaran.

DAFTAR PUSTAKA

  • Agus, W. (2012). Pendidikan karakter strategi membangun karakter bangsa berperadaban,. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 
  • Budiyanto. (2005). Pengantar pendidikan inklusif berbasis budaya lokal,Jakarta: Depdiknas. 
  • Dedy, K. (2013). Manajemen pendidikan inklusif: kiat sukses mengelola pendidikan inklusif di sekolah umum dan kejuruan, Jakarta: PT Luxima Metro Media. 
  • Doni, K. A. (2010). Pendidikan karakter: strategi mendidik anak di zaman global. Jakarta: Grasindo. 
  • Hargio, S. (2012). Cara memahami dan mendidik anak berkebutuhan khusus, Yogyakarta: Gosyen Publishing.
  • Mumpuniarti. (2012). Pembelajaran nilai keberagaman dalam pembentukan karakter siswa di sekolah dasar inklusi. Jurnal Pendidikan Karakter, 3(2), 248-257.

How useful was this post?

Click on a star to rate it!

Average rating 0 / 5. Vote count: 0

No votes so far! Be the first to rate this post.

As you found this post useful...

Follow us on social media!

We are sorry that this post was not useful for you!

Let us improve this post!

Tell us how we can improve this post?

program-pendidikan-inklusi-di-sekolah-efektifkah-0.jpg